Friday, November 24, 2017

Komunikasi Produktif Produk Taaruf

Saya dan suami merupakan produk taaruf. Kami berdua sebelum menikah sama-sama tidak pernah berpacaran sebelumnya. Saya dan suami asliknya sama-sama pendiam. Kata mama saya, kalau di rumah bisa dihitung berapa kata yang keluar dari mulut saya😅. Begitu pula dengan suami, yang kalau di rumahnya juga berbicara seperlunya saja dengan anggota keluarga lainnya.

Kok bisa sih menikah?
Kalau pertanyaannya seperti di atas, saya juga bingung. Entahlah, kalau jodoh yang  berbicara tak dapatlah awak menolaknya. Bagaimana proses taaruf kami, insyaallah akan saya tuliskan nanti.

Atas dasar latar belakang di atas, bisa dipastikan bagaimana awal komunikasi kami. Ditambah lagi dua minggu setelah menikah kami menjalani Long Distance Marriage, saya di Riau dan Suami di Jakarta. Komunikasi kami hanya lewat telepon dan video call.
Kami berdua jarang sekali ngobrol panjang. Komunikasi yang kurang produktif ini membuat banyak kesalah pahaman pada awal pernikahan.

Sejak mengakhiri LDM, intensitas pertemuan tentunya menjadi lebih sering dari sebelumnya. Kami sama-sama belajar memperbaiki cara berkomunikasi. Dua orang berbeda latar belakang, suku dan kebiasaan, berusaha memahami pasangan masing-masing. Kuncinya bukan pada bagaimana kita hendak diperlakukan, tetapi bagaimana pasangan hendak diperlakukan.

Saya senang sekali, begitu mengikuti perkuliahan di kelas Bunda Sayang. Game level pertamanya tentang komunikasi produktif. Saya dan suami jadi banyak belajar, bagaimana cara berkomunikasi yang baik sehingga lawan bicara bisa menangkap apa yang kita maksud.

Alhamdulillah setelah marathon 10 hari mempraktekkan komunikasi produktif dengan pasangan, keluarga kami menjadi lebih harmonis dari sebelumnya. Semoga kami bisa istiqomah menjalankan komunikais produktif ini. Sehingga keluarga kecil ini menjadi keluarga yang sakinnah mawaddah dan warrahmah.



#AliranRasa #komunikasiproduktif #gamelevel1
#kuliahbundasayIIP

No comments:

Post a Comment